
Masing-masing jenis transportasi memiliki keunggulan maupun kekurangan. Namun jenis transportasi yang memilliki resiko paling tinggi ialah transportasi udara. Transportasi udara ini dikhususkan pada moda transportasi udara komersial yang menyajikan layanan transportasi dengan jumlah banyak kepada masyarakat. Kecelakaan yang diakibatkan oleh moda transportasi ini dapat membahayakan banyak nyawa. Selain itu, kecelakaan yang diakibatkan moda transportasi ini akan menimbulkan perhatian masyarakat secara global. Kecelakaan yang terjadi pada transportasi udara ini terbagi menjadi dua jenis yaitu accident dan incident.
Accident merupakan suatu peristiwa yang terjadi di luar dugaan manusia yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat dengan penumpang yang termuat di dalam pesawat dimana kecelakaan ini dapat menimbulkan korban jiwa. Lalu untuk incident adalah kecelakaan yang berhubungan dengan operasi pesawat dan tidak menimbulkan korban jiwa (Pakan, 2008).
Secara garis besar ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan pesawat udara yaitu:
- Faktor human error , disebabkan oleh kelalaian ataupun kesalahan yang dilakukan oleh pilot maupun kopilot baik secara sendiri maupun bersama-sama dalam mengendalikan pesawat di udara maupun di darat (saat lepas landas, mendarat, dan dalam proses persiapannya) atau saat mengambil keputusan/tindakan saat terjadi sesuatu hal. Di dalam sebuah pesawat udara, seorang PIC (Pilot-in-command) dibantu oleh seorang kopilot (bisa dengan kualifikasi Pilot atau First Officer) merupakan pengambil keputusan yang mutlak. Oleh karena itu kesiapan secara fisik, mental, intelektual, dan pengalaman akan mengambil peranan yang signifikan. Untuk itu seorang pilot dituntut secara pribadi maupun berdasarkan regulasi, mampu menjaga kestabilan fisik dan mentalnya serta taat mengikuti prosedur serta ketentuan yang berlaku.
- Faktor teknis , disebabkan oleh kegagalan teknis/kerusakan dalam sistem pengoperasian pesawat (mesin, sistem roda pendaratan, sistem navigasi, dan struktur badan pesawat). Setiap pesawat udara yang akan digunakan wajib untuk dinyatakan layak operasi oleh pejabat yang berwenang dalam maskapai tersebut baik secara teknik maupun keselamatan. Maskapai penerbangan bertanggung jawab penuh melalui pihak QA (Quality Assurance) maupun pihak CASO (Company Aviation Safety Officer) dalam menjamin setiap pesawat yang digunakan layak untuk operasi. Perawatan sesuai peraturan wajib dilaksanakan mulai dari pemeriksaan harian rutin sampai pemeriksaan berkala.
- Faktor cuaca , disebabkan oleh keadaan cuaca yang ekstrim dan sangat buruk, misalkan tornado, hujan badai, awan pekat disertai petir ekstrim (cumollonimbus) dan sejenisnya. Dalam era modern ini sistem dan struktur pesawat udara sebenarnya sudah didesain sedemikian rupa untuk dapat menghadapi gangguan cuaca. Dengan bantuan sistem navigasi dan sistem kontrol yang memiliki teknologi canggih, pesawat di harapkan mampu menghindari rute/wilayah dengan cuaca yang buruk atau minimal dapat bertahan untuk segera mencari alternatif rute lain.
- Faktor sabotase , disebabkan oleh kesengajaan dari pihak lain yang memang memiliki maksud buruk untuk mencelakakan penerbangan (pembajakan, bom, serangan udara dan sejenisnya). Hal ini memang sulit diduga oleh maskapai penerbangan di mana pun juga tetapi juga bisa dicegah serta diminimalisir dengan menjalankan prosedur yang ketat. Sebagai contoh misalnya melakukan kegiatan keamanan aviasi secara baik (pemeriksaan dokumen dan identitas penumpang, pemeriksaan barang bawaan, bagasi, dan cargo, body check), menghindari rute-rute yang melalui wilayah konflik dan selalu berkoordinasi erat dengan otoritas bandara serta keamanan setempat.
- Faktor lain-lain yang disebabkan oleh hal lain di luar dari ke empat faktor di atas. Sebagai contoh, yaitu serangan burung, di mana burung yang terbang di udara dalam jumlah dan ukuran tertentu dapat menimbulkan kerusakan dan membahayakan penerbangan jika tersedot dalam mesin pesawat atau menabrak kaca kokpit. Hal lain termasuk letusan gunung berapi yang menimbulkan awan serta hujan abu vulkanik yang sangat fatal dan berbahaya jika masuk ke dalam mesin pesawat dalam kedaan terbang.
Dalam dunia penerbangan internasional, regulasi keselamatan ditetapkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization). ICAO Annex 2 mengenai Rules of the Air, Annex 6 Part 1 mengenai International Commercial Air Transport–Aeroplanes, Annex 8 mengenai Airworthiness of Aircraft, Annex 17 mengenai Security dan Annex 18 mengenai The Safe Transport of Dangerous Goods by Air sudah sangat jelas memberikan acuan bagi semua stakeholder dalam dunia penerbangan sipil.
Secara international dikenal pula adanya SMS (Safety Management System) yang merupakan suatu alur prosedural yang wajib dilaksanakan oleh setiap maskapai penerbangan untuk pengelolaan masalah keselamatan dalam kegiatan operasionalnya. Dengan adanya standard international tersebut diharapkan semua maskapai penerbangan sipil yang beroperasi di seluruh penjuru dunia dapat memberikan jaminan keselamatan yang maksimal bagi para konsumen pengguna jasanya. Memang di beberapa wilayah di dunia terutama negara-negara yang sedang berkembang (beberapa negara di Afrika dan Asia) serta negara-negara dengan kondisi keamanan yang dalam kondisi konflik (Ukraina, Sudan, Syria, Yaman dan sebagainya), standard ini belum bisa diterapkan ataupun bahkan belum diterapkan mengingat kendala-kendala yang ada.
Untuk Indonesia, selain mengadopsi peraturan yang berlaku dalam Annex dan menjalankan SMS tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan juga sudah mengatur melalui perangkat hukum yang ada. Perangkat hukum ini mencakup: UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, CASR 25 mengenai Airworthiness Standards: Transport Category Airplanes, CASR 35 mengenai Airworthiness Standards: Propellers, CASR Part 61 mengenai Licensing of Pilot and Flight Instructors, CASR Part 121 mengenai Certification and Operating Requirements: Domestic, Flag, and Supplemental Air Carriers dan CASR Part 135 mengenai Certification and Operating Requirements: For Commuter and Charter Air Carriers. Peraturan-peraturan tersebut secara lebih terperinci memberikan acuan dan standard bagi semua maskapai penerbangan sipil yang ada di Indonesia.
oleh : Antonius Lisliyanto (Partner Pacific Aviation Consultant, Lecture Trisakti School Of Management, Expert Staff Member of DPR RI)